Social Icons

Minggu, 21 September 2014

Rumah Datuk : Hanya Tinggal Kenangan

Kondisi Istana Lima Laras saat ini, sungguh menyedihkan
Di Provinsi Sumatera Utara selain Istana Maimun ada juga Istana kerajaan yang telah berusia di atas 100 Tahun, yaitu Istana Lima Laras atau orang daerah menyebutnya dengan "Rumah Datuk", tidak tahu pasti siapa yang memberikan nama tersebut, mungkin bisa jadi karena bagunan tersebut sudah lama sekali umurnya dan sudah tua, sehingga disebut rumah datuk.

Banyak yang tidak tahu tentang istana yang satu ini karena mungkin istina ini terletak di sebuah desa yang jarang dikunjungi oleh orang luar dan juga kurangnya publikasi dan promosi oleh pemerintah daerah, khususnya Dinas Pariwisata setempat. Beda jauh dengan Istana Maimon yang berada di tengah kota medan yang merupakan ibu kota provinsi, sehingga banyak yang datang berkunjung kesana dan menceritakan ke yang lainnya.

Istana Lima Laras merupakan sebuah situs peninggalan sejarah masyarakat Melayu pesisir. Istana ini lebih dikenal dengan nama Lima Laras. Meskipun namanya tidak sebesar dan tenar dari Istana Maimun di Medan, namun Istana yang dibangun pada tahun 1907 dan selesai 1912 ini, menyimpan kisah perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia, dimasa penjajahan Belanda. Terutama perjuangan masyarakat Melayu ketika itu.

Mengunjungi dan melihat langsung kondisi Istana Lima Laras di Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara seakan berada di masa lalu. Tak heran Istana penuh nostalgia dan kenangan, ini masih dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun manca negara, ketika memasuki hari libur dan hari-hari besar. 

Datuk Muhammad Azminsyah (72), yang merupakan pemangku adat Melayu Istana Lima Laras saat ini. Datuk Muhammad Azminsyah adalah cucu dari pendiri Istana Lima Laras, Datuk Matyoeda, Raja ke XIII  dari Kerajaan Lima Laras.

Sesuai dengan namanya, Istana Lima Laras berada di Desa Lima Laras, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara. Walaupun sedikit terlihat usang, namun Istana Lima Laras masih berdiri kokoh, ditengah keberagaman dan kemajuan zaman saat ini. Bahkan umur Istana inipun telah mendekati 1 abad. Namun sayang istana yang sempat megah disepanjang abad 20 ini, kurang mendapat perhatian serius sebagai situs peninggalan sejarah budaya Melayu dan bangsa Indonesia khususnya dari pemkab setempat.

Warna hijau dan sedikit kelihatan kusam pada bangunan Istana Lima Laras, seolah menjadi icon kemegahan Istana. Namun sayang itu hanya sebuah kiasan belaka. Bila kita memasuki bahagian dalam Istana Lima Laras ini, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai dan dinding bangunan Istana masih berbahan kayu, dan hampir sebahagian sudah lapuk tanpa perawatan bahkan rusak termakan usia. Padahal sesungguhnya bangunan Istana ini, sangat  mengagumkan. Hampir keseluruhan bahan bangunan Istana, menggunakan kayu ukiran bernuansa Melayu. Keseluruhan dinding, jendela, dan pintu, bentuknya sangat unik dan menakjubkan karena penuh dengan lukisan dan ukiran yang cantik.

Sudah tidak terawat lagi, keliatan kacanya sudah pecah
Letak Geografis.
Secara geografis, Istana Lima Laras menghadap ke arah Utara atau menghadap lautan. Istana ini memiliki empat anjungan dari empat arah mata angin. Sepintas bila dilihat dari depan, hampir mirip kapal yang berlayar di laut. Istana Lima Lima Laras memang masih terlihat megah, itu karena Istana ini dibangun dengan empat lantai di dalamnya. Lantai pertama terbuat dari beton, dilengkapi balai dan ruang atau tempat bermusyawarah masyarakat adat Melayu ketika masa pemerintahan Datuk Matyoeda. Di lantai dua, tiga dan empat terdapat sejumlah kamar dengan ukuran sekitar 6 x 5 meter. Kamar-kamar ini biasanya juga digunakan untuk para tamu kerjaan, yang datang berkunjung ke Istana Lima Laras. Sehingga jangan heran kalau Istana termegah di zaman kolonial Belanda ini, paling banyak pintu dan daun jendelanya. Ada sekitar 28 pintu dan 66 pasang daun jendela di Istana ini.


Sejarah Berdirinya Istana Lima Laras
Secara astronomis letak koordinat UTM 47 N  566868 354149. Batas-batas dari Istana ini adalah sebagai berikut:
-          sebelah utara berbatasan dengan Jalan Istana
-          sebelah timur berbatasan dengan rumah penduduk
-          sebelah selatan berbatasan dengan pekuburan umum
-          sebelah barat berbatasan dengan rumah penduduk
Istana Niat Lima Laras dibangun pada tahun tahun 1907 dan selesai 1912. oleh Datuk Muhammad Yoeda (ada juga sumber yang menyebutkan nama beliau adalah Matyoeda) yang bertahta pada tahun 1883 hingga 1919. Pembangunan Istana ini dengan biaya 150.000 Golden dan pengerjaannya didatangkan  tenaga ahli dari Cina, saat melaksanakan pembangunan dipimpin langsung oleh Muhammad Yoeda beliau adalah Raja Kerajaan Lima Laras ke XII. Istana Niat Lima Laras memeliki luas 102 x 98 meter dengan denah persegi panjang seperti pola penyusun sebuah kubus atau balok. Bangunan ini berlantai empat dengan  luas 40 x 35 meter.Menghadap ke timur yang di tandai dengan pintu masuk utama berada di sisi timur bangunan. .Istana Lima Laras mempunyai 4 anjungan yaitu barat, timur, utara dan selatan yang berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi-kisinya, namun ada juga yang.
Beronamen china, pada Lantai pertamaterbuat dari beton dan yang dipergunakan untuk ruangan musyawarah. Pada lantai II dan lantai  III terdapat  beberapa kamar dengan ukuran 6 x 5 meter. Secara keseluruhan istana ini memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela. Untuk menuju ke lantai II dan Lantai III mempunyai tangga berputar memiliki 27 anak tangga dari dalam menuju keatas. Istana ini dibuat berdasarkan Niat Muhammad Yoeda untuk mendirikan sebuah Istana pada pemerintahannya sehingga  diberi nama Istana Niat. Kerajaan Lima Laras sebelum memiliki Istana pemerintahan kerajaannya tunduk pada Kesultanan Siak di Riau dan sejak abad ke 16 sering berpindah-pindah karena belum punya istana yang permanen..  Raja Kerajaan Niat Lima Laras  Muhammad Yoeda  wafat pada tahun 1919 yang sekaligus menandai berakhir masa kejayaannya.Datuk Matyoeda adalah putra tertua dari Raja sebelumnya, yakni Datuk H. Djafar gelar Raja Sri Indra.
Niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan istana bermula dari keputusan Belanda yang melarang para raja berdagang. Tidak jelas alasan larangan ini. Matyoeda yang kerap berdagang ke Malaysia, Singapura dan Thailand dan memiliki kapal besar tentu saja gusar. Apalagi pada saat keputusan keluar, beberapa armada dagangnya sedang berlayar ke Malaysia. Dengan adanya larangan ini, nasib kapal bersama isinya itu tidak terjamin lagi. Bisa disita Belanda setibanya kembali di Asahan, atau bisa tetap tinggal di Malaysia yang dulu masih bernama Malaka. 

Matyoeda berniat, jika dagangan terakhirnya selamat, hasilnya akan digunakan untuk membangun istana. Rupanya dengan izin yang kuasa kapalnya kembali dengan selamat. Maka ia kemudian mewujudkan niatnya tersebut dengan membangun istana itu dengan biaya 150.000 gulden dan beliau memimpin langsung pembangunan istana tersebut dengan mendatangkan 80 orang tenaga ahli dari China dan Pulau Penang, Malaysia serta sejumlah tukang ydari sekitar lokasi pembangunan istana. Matyoeda bersama keluarga dan unsur pemerintahannya mendiami istana sejak 1917, walaupun pada saat itu istana masih belum rampung. Waktu wafatnya pada 7 Juni 1919, sekaligus penanda berakhirnya masa kejayaan kerajaan Lima Laras. Tahun 1942 tentara Jepang masuk Asahan dan menguasai istana.
Kondisi Kerajaan Melayu 
Kekuasaan Jepang di Indonesia sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang semakin carut-marut. Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkanlah pemerintah Republik Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakilnya. Dengan demikian, dimulailah revolusi republik di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian raja dan kesultanan dihabisi para kaum nasionalis dan bala tentara Jepang.

Keluarga Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang sedang bertugas di Medan untuk menerima penyerahan dari Jepang. Sementara di Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat menentang Belanda. Akan tetapi, di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya dibunuh bersama keluarganya termasuklah penyair besar Indonesia, Tengku Amir Hamzah yang dipancung  di Kuala   Begumit. 

Keganasan yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 di Asahan dan di kerajaan-kerajaan Melayu di Labuhanbatu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang. Di Labuhanbatu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan tidak dapat dilindungi asukan sekutu. Istana raja dikepung dan raja-rajanya pun dibunuh seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) dan Tengku Mustafa gelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). 
Masa Agresi Militer II, istana Lima Laras kembali ke tangan Republik dan ditempati Angkatan Laut Republik Indonesia di bawah pimpinan Mayor Dahrif Nasution. 


Kondisi Saat ini
Kondisi istana sekiatar 20 tahun yang lalu
Ruangan dalam Istana terdiri dari ruangan tengah yang terlihat ada sebuah tangga dengan model berputar yang terbuat dari kayu, tangga ini terlihat begitu indah dan mengagumkan. Seni ukiran dan model tangga itu sudah menggunakan model dari Eropa. Namun 27 anak tangga yang ada diruangan Istana, juga masih berbahan dasar kayu. Inilah keunikan dan keistimewaan Istana Lima Laras. Namun sayang bila ingin berkunjung ke Istana yang pernah megah ini, jangan bayangkan masih bisa melihat tangga putar itu masih utuh. Beberapa anak tangga yang sudah rusak dan patah. Harus hati-hati bila ingin menuju ke lantai dasar Istana. "Kondisi istana memang sudah banyak yang rusak, namun perbaikan terus dilakukan oleh pihak keluarga untuk menjaga keutuhan Istana. Renovasi terakhir dibantu oleh pemerintah Asahan tahun 1980 an dengan biaya perbaikan Rp 234 juta", terang Amirsyah (35) yang merupakan menantu dari cucu Datuk Matyoeda kepada Medan Bisnis. 
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pengunjung tidak bisa memasuki istana tersebut

Padahal upaya melestarikan istana sangat penting mengingat sejarah dan nilai budaya yang dikandungnya. Istana Lima Laras tidak dihuni lagi. Malam hari, tidak ada penerangan berarti. Halaman istana juga ditumbuhi semak yang tingginya bisa mencapai satu meter lebih Terakhir kira-kira tahun 1998 dilakukan rehap genteng, selanjutnya karena kondisi keuangan keluarga, rehap Istana pun dilakukan secara kecil-kecilan.
Selain bangunan dan lantai Istana yang mulai usang, Singgasana dan perlengkapan ruangan Istana Lima Laras juga sudah tidak terliha lagi. Namun bukan rusak atau terjual, tetapi pihak keluarga kerjaan terpaksa harus menyimpan dan merawatnya agar tidak rusak. Datuk Muhammad Azminsyah (72) cucu kandung Datuk Matyoeda. Beliau beruntung masih menyimpan beberapa barang pusaka perlengkapan Istana milik kakeknya.
Seperti tempayan besar dengan ukiran naga, sejumlah barang pecah-belah, dua buah pedang dan sebuah tombak. Barang itu disimpan di rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari istana. Istana Lima Laras sekarang ini memang tengah dalam tahap perbaikan. Lantai satu dan dua bagian belakang istana sudah diperbaiki dan dicat. 

Perbaikan kecil itu sifatnya hanya menunda kehancuran, sebab bangunan utama di bagian depan masih berantakan. Dinding-dinding sudah bercopotan papannya, demikian juga atap dan lantai. Beberapa tiang penyangga yang terbuat dari kayu pun bernasib serupa. Menurut Maddin, 70, yang sehari-hari menjaga istana tersebut, biaya perbaikan itu berasal dari pihak keluarga. "Bantuan pemerintah sudah lama tidak ada. Kalau hari-hari libur seperti lebaran, ada tambahan biaya perbaikan dari kutipan masuk Rp500 per orang," kata Maddin.  

Di depannya ada bangunan kecil tempat dua meriam berada. Hampir keseluruhan bangunan berarsitektur Melayu, terutama pada model atap dan kisi-kisinya. Akan tetapi ada juga beberapa bagian istana berornamen China. Kecuali batu bata, bahan bangunan seperti kaca untuk jendela dan pintu didatangkan dari luar negeri. 

Kondisi Istana Lima sekarang menurut pantau saya.
Kaca-kaca jendelanya sudah pada pecah dan copot
Beberapa saat yang lalu saya singgah ke istana tersebut, sungguh menyedihkan sekali kondisi bagunan istana tidak ada perawatan terhadap sekitar istana apalagi terhadap bangunannya. Tidak ada alat penerangan disekitar istana kecuali lampu-lampu rumah penduduk. Istana tersebut tidak bisa dimasuki oleh pengunjung, jangan kan  mau masuk kedalam, berada di dekat atau berada dibawah bagunan istana tidak berani takut ada ada yang jatuh (karena kaca, jendela, dinding, genteng dan lantai atas sudah pada lapuk semua) dari atas dan menimpa pengunjung.

Ketika malam hari kita berkunjug kesana maka akan terlihat seperti rumah hantu yang sudah mau roboh, akan tetapi jangan heran jika pengunjungnya di malam hari terlihat ramai yang didominasi oleh anak-anak muda yang berpasang-pasangan. Jangan senang senang dahulu, pengunjug yang datang kesana bukan karena untuk melihat istana tersebut (gimana mau melihat istananya dimalam hari, gelap seperti, celetuk selah seorang pengunjung) tapi dengan tujuan lain (orang yang berasal dari sana pasti tahu sekali apa tujuan orang-orang berada di halaman istara lima laras tersebut).

Saya sebagai putra daerah yang berasal dari sana dan kediaman orang tua saya tidak berapa jauh dari istana tersebut berharap adalah perhatian dari pemerintah, khususnya Pemkab Batu Baru untuk memperbaiki dan menjaga salah satu peninggalan sejarah tersebut.
sumber: 
  • http://zeinhasanah1207.blogspot.com/2013/01/bangunan-bersejarah-di-kabupaten.html 
  • http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbaceh/2014/04/12/kondisi-istana-niat-lima-laras di-kab-batubara-prov-sumut/
  • http://travel.detik.com/read/2014/01/17/155000/2428777/1025/istana-niat-lima-laras-tak-kalah-megah-dari-istana-maimun
Powered By Blogger
 
Blogger Templates